The Fabulous Udin, Asmara Cinta Monyet

March 31, 2013


Identitas buku
Judul: The Fabulous Udin
Cetakan: pertama, Februari 2013
Penulis: Rons Imawan
Penerbit: Bentang Belia (PT Bentang Pustaka)
Halaman: 384
ISBN: 978-602-9397-82-6
Sinopsis
Udin, seorang bocah social genius yang belum mengenal dirinya sendiri ini mampu menumbuhkan semua perasaan itu. Rasa kagum saat ia berhasil memecahkan masalah semua insani. Rasa takjub saat kecerdasannya berhasil mengendalikan situasi. Rasa sukacita saat ia menaklukkan kebekuan hati. Rasa berbunga saat ia mengalunkan nada puisi. Hingga rasa cinta dan tergila-gila saat ia memenangkan sayembara untuk pertama kali.

Udin bukanlah bocah genius dalam bidang akademis, melainkan sosialis. Pemuda tanggung yang bahkan belum berani bermimpi ini memiliki pemikiran dan pemahaman sosial yang tidak biasa untuk bocah seusianya. Pemikiran dan pemahaman yang tidak biasa, bukan luar biasa.

Bagaimana tingkah anehnya mampu menampilkan banyak pertunjukan hebat? Bagaimana ulah nyelenehnya sanggup menaklukkan hati yang sekarat? Dan bagaimana titik terlemahnya dilumpuhkan oleh seorang gadis mungil yang selalu membuatnya merasa kecil?
Udin. Semua seakan mudah saat ia ada.

Resensi
Buku The Fabulous Udin karya Rons Imawan ini akan membawa pembaca ke dalam kenangan saat merasakan asmara cinta monyet. Tokoh Udin yang digambarkan disini dijamin bisa membuat para wanita jatuh hati. Meski tidak digambarkan secara eksplisit bahwa si Udin sosoknya bak pangeran, tapi sikap sosialnya yang jenius sangat memukau dan kadang begitu romantis.

Setting cerita The Fabulous Udin adalah di sebuah desa di Pelabuhan Ratu, Sukabumi, Jawa barat. Tokoh Utamanya adalah Udin, Inong, Suri, Jeki, dan Ucup. Plot yang digunakan campuran, sebagian besar plot maju. Bahasa penulis sangat mudah dipahami karena menggunakan bahasa Indonesia pergaulan, bukan bahasa sastra penuh metafora.

Dari desain sampulnya yang berwarna merah muda dengan siluet Udin and geng pasti akan membuat pembaca memutuskan bahwa buku ini mirip Laskar Pelangi. Kita memang tidak boleh menilai buku dari covernya, karena penilaian tersebut salah untuk buku ini. Buku ini tidak mirip Laskar Pelangi, tapi lebih mirip Detektif Conan. Udin sebagai Conan Edogawa, Ai Haibara diperankan Suri, Inong sebagai Ayumi Yoshida, lalu Jeki sebagai Mitsuhiko Tsuburaya , dan Ucup yang doyan makan adalah Genta Kojima. Udin memang bukan detektif, tapi keberhasilannya menyelesaikan kasus-kasus berbau psikologi serta beberapa petualangan memang benar-benar mengingatkan pembaca pada Detektif Conan.

Isi cerita terbagi ke dalam 10 bab. Semua bab saling berkaitan satu dengan yang lain tanpa ada perubahan setting waktu. Ini keunggulan dari buku ini yang membat pembaca merasa santai dan menikmati plot cerita. Tiap bab memiliki klimaks dan anti klimaks sendiri, tidak ada bagian bab yang selesai dengan menggantung. Klimaks keseluruhan isi buku ada di bab “Truth or Dare” saat Udin  akhirnya mengungkapkan isi hatinya ke Suri dalam permainan itu. Bahkan pengalaman terindah Suri sebelum dia pergi selamanya yang mengharu biru juga dijelaskan di bab itu.

The Fabulous Udin merupakan bacaan ringan yang menghibur. Bukan novel yang sarat dengan pesan moral dan pelajaran untuk masa depan, melainkan penyegar pikiran pembaca yang mengajak untuk mengenang masa puber. Petualangan-petualangan para tokoh selalu melibatkan bumbu cinta khas “teenagers” yang pasti membuat pembaca “mesam-mesem” sendiri.

Ada beberapa kejanggalan dalam cerita The Fabulous Udin. Untuk ukuran sebuah Desa di Pelabuhan Ratu, bahasa mereka lebih mirip remaja Jakarta. Penggunaan kata “loe”, “gue”, dan sama sekali tidak pernah memperlihatkan dialog berbahasa sunda khas orang Sukabumi. Penulis seakan memaksakan diri dengan setting cerita di desa. Pembicaraan para tokohpun (kecuali Suri) terasa sangat cerdas dan dewasa. Dan yang lebih aneh lagi, diceritakan disitu bahwa Udin mempunyai akun twitter tanpa ada satupun bagian cerita yang menguatkan. Si tokoh utama, Udin merupakan manusia super jenius. Bahkan pembaca mungkin akan berpikiran bahwa Udin sebenarnya bukan anak SMP di sebuah desa melainkan sosok manusia dewasa cerdas yang dikutuk jadi kecil dan dibuang di desa. Pemikiran, gaya bahasa, sikap, sama sekali tidak seperti anak-anak.

Kemampuan penulis menyajikan quotes yang sesuai dengan alur cerita dan dialog sangat menarik. Pesan yang ingin penulis sampaikan kepada pembaca tersaji dalam kalimat sederhana tapi memiliki makna mendalam. Ini adalah beberapa quotes tersebut:
“kadang, suara lirih dari kepolosan sederhana lebih mampu menguatkan ketimbang suara lantang motivator yg berapi-api”.
“cinta tak pernah menuntut, selalu memberi. Cinta selalu menderita, tanpa pernah meratap dan mendendam”.
“Merasa dianggap "tidak ada" itu kegelapan, kepercayaan adalah cara membuat jiwa jadi merasa "ada"”.
Bagi Udin, urusan cinta seribu kali lebih rumit daripada urusan perut. Menyelamatkan nyawa orang lebih mudah dilakukan ketimbang menyatakan cinta. Dan, mengatasi masalah segenting apapun lebih mudah dikendalikan ketimbang mengendalikan perasaannya sendiri. Tapi pada akhirnya, cinta sejati, sejatinya tidak mengenal dusta. Saat dia tidak memberimu apa-apa, kamu merasa telah menerima segalanya. Saat dia tidak melakukan apa-apa, hatimu menjerit dan menangis histeris untuknya.
Secara keseluruhan, buku ini patut direkomendasikan sebagai teman saat santai. Bacaan menghibur yang akan membawa kita ke indahnya masa puber, merasakan petualangan bersama sahabat, dan merasakan cinta monyet.

Doyan Jajan Buku Mizan karena Pak Guru

March 30, 2013
Seperti yang pernah saya baca di The Fabulous Udin karya Rons Imawan, “tidak ada yang lebih baik dari jajan buku”. Sejak belum bisa baca, kebiasaan saya tiap pagi sambil menunggu sarapan adalah baca buku atau karena belum bisa baca, disebut melihat-lihat buku. Buku selalu menarik perhatian saya yang masih pra TK waktu itu. Tak banyak buku tersedia di rumah saya yang berada di desa. Toko buku adanya di kota, sekitar 40km jaraknya.
Saat saya masuk SMA, gairah membaca buku saya tersalurkan. Bukan beli buku, tapi dengan membaca buku yang ada di perpustakaan. Kebetulan, di kelas X guru Bahasa dan Sastra Indonesia saya selalu “mengompori” untuk banyak baca dan nulis. Kalimat beliau waktu itu adalah..
“kalian tahu tidak buku blabalala..itu keren banget karena blablabla..”
Serempak kami 40 siswa bilang
“tidak tahu Pak”
Untuk menumbuhkan semangat membaca siswa, kami ditugaskan meresensi buku-buku sastra. Itulah kali pertama saya benar-benar membaca dengan fokus, menemukan unsur intrinsik dan ekstrisik sebuah karya sastra. Luar biasa efeknya, saya semakin suka membaca dan mulai belajar menuliskan buah pikiran agar dimengerti orang lain. Buku-buku Mizan yang saya baca saat di bangku SMA diantaranya adalah Supernova Dewi Lestari.
http://mizan.com/mizanandme.html
Kembali ke Pak Guru Bahasa Indonesia, beliau pernah menceritakan tentang kebiasaanya untuk membagi uangnya ke beberapa amplop. Salah satu amplop adalah untuk membeli buku. Kalimat yang sebenarnya memotivasi itu seakan keluar masuk telinga saya tanpa mengendap kala itu. Membeli buku adalah prioritas kesekian dari uang jajan saya yang tidak begitu banyak. Di awal masa kuliah, saya masih sering “nongkrong” di tempat penyewaan buku. Zaman itu, terbit Tetralogi Laskar Pelangi. Buku yang fenomenal, dan mulai menarik-narik saya untuk rajin ke Toko Buku. Merelakan uang jajan demi buku incaran seperti nasehat Pak Guru Bahasa Indonesia di SMA.
Kini setelah saya sudah memiliki penghasilan sendiri dan kecanggihan teknologi sudah “WOW” , tiap habis gajian saya selalu mengunjungi toko buku online, salah satunya toko buku milik Mizan. Sebenarnya, hampir tiap saya penat, saya shopping book di situ, tapi sekedar masukin ke “wish list”. Kalau sudah gajian, baru deh “masukan ke troli”. Bulan kemarin saya jajan di Mizan buku Kreatif Sampai mati, Madre, dan The Fabulous Udin. Tidak lupa untuk meresensinya setelah selesai membaca.


Kebiasaan yang ditularkan Pak Guru Bahasa Indonesia untuk doyan jajan buku itu ternyata seru. Saat ini di rumah saya sudah ada “little library” dan tentu ada buku-buku terbitan Mizan di sana. Semangat membaca dan meresensi buku akan saya tularkan ke lingkungan. Meresensi itu bermanfaat, tidak hanya menginformasikan ke orang lain mengenai unsur buku dan merekomendasikannya tapi juga membantu kita mengingat buku yang sudah kita baca. Mengingat lagi pesan si penulis, bagian penting, dan memori apa yang ada saat kita membaca buku itu tanpa harus membaca ulang.
Kebetulan, di ulang tahun mizan yang ke-30 tahun ini diadakan lomba resensi Bianglala Sastra Indonesia. Tentu event ini tidak saya lewatkan begitu saja. Semoga Penerbit Mizan akan terus ada, sampai anak cucu saya. Menyajikan buku yang berbobot dari penulis bermutu. Jajan buku adalah investasi, apalagi buku-buku berkualitas. Mizan and me adalah partner mengenal sastra, seperti yang diajarkan Pak guru. 


Review Film Madre-Penuh Kejutan

March 29, 2013
Film ini lahir dari sebuah cerita yang terdapat di buku kumpulan cerita Madre karangan Dewi Lestari. Review bukunya bisa dilihat di sini review buku Madre
20% film madre berasal dari buku, dan sisanya adalah sesuatu yang baru. Bahkan endingnya pun berbeda dengan buku. Ya..memang tidak mudah memvisualisasikan buku, apalagi untuk cerita yang hanya beberapa lembar. Jika ingin 100% mengambil dari buku, film ini mungkin durasinya hanya 30 menit.
Setting film ini di jl. Braga Bandung, sedangkan aslinya di kota tua Jakarta. Panorama bali beberapa kali menghiasi scene, tapi daya tarik Braga yang oldie dan klasik lebih membuat segar mata. Karakter Tan yang diperankan Vino G Bastian sebenarnya cocok, tapi kurang artistic karena wig gimbalnya itu. Kelihatan banget kalau itu wig. Hehehe.

Perbedaan lain dari film madre dan bukunya selain setting adalah alur cerita. Di buku diceritakan bahwa ketika Tan De Baker bekerja sama dengan Fairy Bread, Tan dan Mey sering bertemu dan akhirnya jatuh cinta. Ending cerita adalah saat Mey dan Tansen membuat adonan biang baru yang diberinama Padre. Di film, ada tambahan alur dimana mey ternyata sudah memiliki kekasih dan akan menikah. Hubungan Tansen dengan Mey rusak, begitupun kontrak antara Tan De Baker dengan Fairy bread yang terputus. Tansen memilih kembali ke Bali. Sebelum dia pergi, dia berpesan kepada Mey agar menjaga Madre. Mey mencari Tansen ke Bali tapi tidak ditemukan. Akhirnya Mey mengembangkan Tan De bakker menjadi toko klasik dan masih tetap apa adanya. Ending cerita adalah saat Tansen kembali ke Bandung, menemui Tan de Bakker dan Mey.
Salah satu hal yang saya suka dari film dan buku Madre adalah tentang aktivitas blogging. Jika Tansen tidak bercerita di blognya, tidak ada kisah panjang Madre. Membuat semangat blogging saya bertambah. Meski social media sudah beraneka rupa, keep blogging deh. Tapi, waktu saya search blog "Sang pemburu Ombak", blog itu tidak ada. hehehe
Overall, kurang nampol untuk sebuah film. Diantara Film yang diangkat dari buku Dewi Lestari, yang paling bagus Perahu Kertas. Madre dan Rectoverso masih berasa ini sekedar FTV. 
"Kita harus menyikapi suatu hal secara manusiawi"


Kreatif Sampai Mati : handbook orang kreatif

March 23, 2013


Judul: Sila ke-6: Kreatif Sampai Mati
Penulis: Wahyu Aditya
Penyunting: Nur Jannah Intan
Cetakan ke-1 : 2013
Penerbit: Bentang
ISBN: 978-602-8811-99-6
Halaman: 302

Resensi:
Sebuah scratch book yang bisa dijadikan handbook bahkan buku bacaan wajib di sekolah. Buku ini menyemai imajinasi pembacanya agar tumbuh, berkembang, tidak takut gagal, dan out of the box. Menyajikan 17 bab yang disebut butir. Setiap bab dipisahkan dengan warna berbeda pada perpindahan bab serta disertai quotes yang tersaji secara kreatif. Pembaca tidak akan merasa sedang membaca buku, karena seolah-olah penulis berbicara langsung. Pembaca tidak perlu membayangkan secara rumit karena semua ilustrasi sangat jelas dan kreatif.

Di bagian awal, penulis menjabarkan mengenai caranya menemukan passion. Waditya juga mengkritisi bahwa yang namanya seni itu dibutuhkan dalam kehidupan. Hidup kita tidak selamanya butuh matematika, bergelut dengan angka dan ilmu pasti yang lainnya. Hidup itu butuh kreativitas dan warna. Jadi, tidak ada peng-anaktirian terhadap ilmu manapun. Semuanya tetap dibutuhkan tapi harus seimbang. Selanjutnya penulis mengarahkan pembaca untuk berlatih berpikir out of the box, menemukan ide, dan mematahkan perasaan takut gagal. Di bagian akhir, dijelaskan mengenai eksistensi serta perjuanagn KDRI (Kementrian Desain Republik Indonesia), dan Hellomotion dimana penulis adalah foundernya.

Bahasa yang digunakan ringan tapi tetap berusaha menyesuaikan dengan kaidah bahasa yang berlaku. Penuturan dari bawah lalu klimaks dan penurunan di bagian akhir. Bagian klimaks dalam buku ini dimulai di butir 5 yaitu “Bagaimana kalau?”. Berisi tentang mimpi sang penulis membuat video klip untu grup band favoritnya Padi. Mimpi itu terus diingat dan akhirnya terwujud. Meski dengan susah payah, dan takut mengecewakan Padi, ternyata klip yang unik tersebut mendapat penghargaan klip favorit pilihan penonton dari Video Musik Indonesia 2002.

Informasi yang tersaji di dalam buku yang digunakan untuk memperkuat ide penulis sudah snagat relevan, terbaru, dan valid. Semua gambar selalu disertai sumber asalnya, begitu pula dengan pernyatan-pernyataan atau quotes. Tidak ada pernyataan penulis yang terkesan menggurui.

Kreativitas penulis terlihat mulai dari cover depan, hingga cover belakang. Semua tampak proporsional, indah, unik, dan tidak membosankan. Pemilihan font yang pas serta penambahan coretan-coretan di sana sini adalah keunggulan yang bisa menarik pembaca dari berbagai usia, dan latar belakang. Sangat berbeda dengan buku motivasi lain. Pembaca tidak akan merasa berat membuka halaman demi halaman meski buku ini tergolong tebal. Hal lain yang menarik dari sisi desain adalah adanya gambar di pojok kanan dan kiri atas yang jika digerakan akan menjadi animasi. Selain itu tersedia space satu halaman cover yang bebas untuk di”kerjain” oleh pembaca.
Cover hasil kreasi saya (galau) 

Buku ini tentunya belum sempurna karena ada beberapa kelemahan. Konsistensi antar bab kurang baik. Hal ini bisa disebabkan karena cara menulis yang random. Di akhir bab disebutkan bahwa penulis menuangkan idenya secara random dari bab 2 lalu bab 4 dan kembali ke bab 2. Bagian yang tidak konsisten itu terasa sekali di sini:“kreativitas akan muncul secara subur adalah ketika orang-orang tersebut sudah menemukan tempat yang nyaman untuk berkarya” (halaman 21) adalah benar. Tapi di bagian lain yaitu di butir 7 malah jadi terasa kontra. Di sini penulis mengungkapkan mengenai keterbatasan yang menjadi peluang. Situsasi yang serba terbatas malah mendatangkan kreativitas. “..memanipulasi keterbatasan. Selain dipacu untuk kreatif, kita juga disadarkan tentang efisiensi dan berkreasi seoptimal mungkin”. Jadi yang benar, kreatifitas itu muncul dalam kondisi nyaman, terbatas, atau keduanya bisa?

Penulis adalah seorang animator, creator, desainer. Tentunya, tulisannya juga berkaitan dengan itu semua. Bagi pembaca yang kurang meminati hal itu tentu akan merasa bosan. Penulis sama seklai tidak menyinggung bidang kreativitas lain misalnya fashion atau arsitektur.

Pemilihan jenis kertas pada bagian cover perlu dipertimbangkan. Pada bagian cover “plain” yang disediakan untuk pembaca agar berekspresi justru licin. Penggunaan pensil warna dan krayon tidak bisa maksimal jika pembaca ingin menggambar dan mewarnainya.
Secara umum, buku ini sangat recomended untuk anak muda Indonesia maupun yang ingin berjiwa muda. Meski bentuknya “nyleneh” berupa scratch book tapi layak dijadikan handbook untuk para creator, bacaan putera-puteri di rumah maupun sekolah, serta motivasi bagi para pekerja yang merasa terjebak pada hal yang bukan passion.
Penulis berpesan secara tersirat di buku ini agar kreatifitas bisa dimanfaatkan bukan hanya untuk materi pribadi semata, tapi juga kontribusi yang bermanfaat bagi bangsa dan dunia. Kreatif itu sederhana, kita sering tidak merasa jika kita sedang berkreasi.

Review Madre Dee Lestari

March 21, 2013

“Apa rasanya jika sejarah kita berubah dalam sehari?

Darah saya mendadak seperempat Tionghoa,

Nenek saya seorang penjual roti, dan dia,

Bersama kakek yang tidak saya kenal,

Mewariskan anggota keluarga baru yang tidak pernah saya tahu: Madre.”


Judul: Madre
Penulis: Dee
Editor: Sitok Srengenge
Penerbit: Bentang
Jumlah Halaman: 160
Cetakan: 2, Agustus 2011
ISBN: 9786028811491

Ide yang brilian untuk mengangkat cerita bertema kuliner. Madre kumpulan cerita saya dapatkan di toko online Mizan menjelang peluncuran versi layar lebarnya. Meskipun ada versi terbaru dari Madre yaitu Madre: A coffetable book, memilih versi asli agar tahu kisah lainnya adalah pilihan yang lebih baik.

Sinopsis:
Madre adalah kumpulan prosa dan puisi yang dibuat oleh Dewi Lestari selama 5 tahun ke belakang. Untaian kisah apik ini menyuguhkan berbagai tema: perjuangan sebuah toko roti kuno, dialog antara ibu dan janinnya, dilema antara cinta dan persahabatan, sampai tema seperti reinkarnasi dan kemerdekaan sejati. Madre sendiri berbicara seputar kehidupan yang bersumber dari benda mati ("Madre"), komunikasi dalam diam antara ibu dengan janinnya ("Rimba Amniotik"), pencarian jodoh seorang laki-laki berdasarkan tanda-tanda alam yang misterius ("Have You Ever?"), evolusi drastis yang dapat terjadi dalam diri seorang manusia ("Guruji"), dan jiwa bebas seorang perempuan yang pada akhirnya mendarat di tanah yang lama ("Menunggu Layang-layang"). 
Cerita yang menjadi judul buku ini adalah Madre. Kisah tentang seorang laki-laki yang baru mengetahui bahwa dia adalah keturunan tukang roti setelah seorang pria Tionghoa tua bernama Tan meninggal. Dari situ, dia bertemu dengan orang-orang Tan de Bakker dan juga “Madre”, sebuah biang roti yang menjadi pivot utama cerita pendek ini. Selain Madre, ada juga cerita “Layang-layang” yang menceritakan tentang dua orang yang punya pribadi yang berbeda.

Review:
Secara keseluruhan, Madre bernuansa lebih lembut daripada Filosopi Kopi. Alur cerita di dalam buku ini adalah maju semuanya beralur maju. Hal ini membuat pembaca tidak perlu kesusahan memahami cerita. Banyak sekali perumpamaan-perumpamaan serta kalimat majas yang indah. Bahasa yang digunakan oleh penulis sesuai dengan kaidah kebahasaan yang resmi. Misalnya kata “Napas” bukan “Nafas”, dan kata
“Serdawa” bukan “Sendawa”. Pemilihan bahasa bukan hanya membuat suatu tulisan enak dibaca, tapi juga merupakan bentuk edukasi kepada pembaca. Apalagi kondisi Bahasa Indonesia saat ini sudah campur aduk dengan bahasa “gaul” atau bahasa daerah dan tidak tahu lagi mana yang asli. Kekuatan lain dari kumpulan cerita Dee Madre terlihat pada kekuatan penokohannya. Misalnya, Tansen yang bebas benar-benar dikuatkan dengan tindak tanduknya, gaya rambutnya, dan cara berfikirnya. Buku yang tipis dan ringan meskipun ada 13 kisah menandakan bahwa penulisnya mampu mengutarakan ide secara padat. Memilih kata yang seharusnya berupa paragraf menjadi hanya sebuah kalimat. Seperti sudah tertuang di awal resensi ini, ide dari cerita-ceritanya sangat berbeda dan fresh. Hal ini mengakibatkan pembaca tidak mudah menebak jalan cerita selanjutnya dan akhir cerita.
Seperti biasanya, Dewi Lestari sang penulis menghadirkan kalimat-kalimat indah “quotes” di bukunya.

“Itulah cinta. Itulah Tuhan. Pengalaman bukan penjelasan. Perjalanan bukan tujuan. Pertanyaan yang sungguh tidak berjodoh dengan segala jawaban.”

“Dan aku bertanya: apakah yang sanggup mengubah gumpal luka menjadi intan
Yang membekukan air mata menjadi kristal garam?
Sahabatku menjawab: Waktu
Hanya waktu yang mampu”

Diantara kelebihan-kelebihan dari buku kumpulan cerita ini, tentulah ada kelemahan. Cover Madre terlalu kaku, tidak seperti filosofi kopi atau Perahu kertas yang soft dan “menggoda”. Dari sisi psikologi, warna orange memberikan kesan tidak nyaman, dan sedikit gaduh. Mungkin karena sebab itulah warna ini paling banyak di pakai untuk menarik perhatian orang. Cover buku bukanlah suatu papan lalu lintas yang mengharuskan orang untuk melihatnya. Cara menarik perhatian pembaca agar mengambil buku ini di rak adalah seperti di cover perahu kertas. Tebalnya buku tidak menyurutkan niatan pembaca membuka halaman-halamannya.
Tidak semua orang menyukai dan mampu memahami prosa. Seharusnya penulis memisahkan antara kumpulan cerita dan kumpulan prosanya, sehingga pembaca tidak akan meng “skip” halaman yang tidak ia mengerti. Penulis seakan memaksakan diri memasukan cerita-cerita yang tak senyawa dengan Madre sehingga terkesan mengambang.
Pesan penulis yang bisa ditangkap diantaranya adalah tentang passion. Di cerita Madre ada Tansen yang memiliki pasion hidup bebas tapi ternyata diberikan anugerah Tuhan berupa kemampuan yang tidak dimiliki oleh orang kebanyakan. Seperti itulah hidup, tidak selamanya passion menghidupi kita, tapi kita tetap bisa hidup bersama passion.
Simpulan dari review ini, Madre memang recomended untuk dimiliki. Terutama bagi yang ingin tahu cara Dewi Lestari bercerita dalam versi singkat. Siapkan catatan kecil saat membacanya, karena buku ini memiliki quotes-quotes yang indah. "Madre" benar-benar imajinatif, membawa pembacanya kepada suasana toko roti tua, aroma ragi, tepung, dan hangatnya suasana dekat oven. Pantaslah jika akhirnya diangkat ke layar lebar.

untuk menghadirkan engkau, aku, ruang, waktu

dan menjembatani semuanya

demi memahami dirinya sendiri." (Hal.160)
 image source:
www.ceritamu.com

Java Heat Sinopsis

March 01, 2013

Meski masih sebulan lagi Rilis di Indonesia, film Java heat yang merupakan film perpaduan hollywood dan Indonesia sudah banyak membuat orang penasaran termasuk saya. Java heat bukan film ecek-ecek lho, karena syutiingnya saja berhasil dilakukan di Borobudur. Luar biasa, kan. Berikut ini sinopsisnya.

Dalam keadaan diborgol di ruang interogasi kepolisian, Jake (Kellan Lutz) mengaku sebagai asisten dosen asing yang baru saja selamat dari ledakan bom. Tapi Hashim (Ario Bayu), seorang detektif dari kesatuan Densus 88, menaruh kecurigaan terhadap Jake.

Jake menjadi salah satu saksi kunci serangan bom bunuh diri pada sebuah pesta amal di mana Sultana (Atiqah Hasiholan), seorang putri keraton yang cantik dan mempesona, tewas terbunuh. Sultana adalah figur perempuan terpopuler di negara keempat terbesar di dunia tersebut.

Kejadian-kejadian mengejutkan tampak selalu mengikuti ke mana Jake dan Hashim melakukan penyelidikan, dan ini membuat Hashim semakin menaruh kecurigaan terhadap Jake. Namun di sebuah kesempatan, ketika mobil polisi yang ditumpangi Jake dan Hashim diserang komplotan teroris, Jake menyelamatkan nyawa Hashim. Saat itu Jake menunjukkan kemampuan memegang senjata yang tidak mungkin dimiliki oleh seseorang yang mengaku asisten dosen.

Dengan masih diliputi keraguan, Jake dan Hashim terpaksa bekerjasama. Perlahan kabut yang menghalang mereka tersibak; apakah benar, perempuan yang terbaring di kamar mayat itu Sultana?

Sementara itu, istri dan anak-anak Hashim diculik. Kejadian demi kejadian penuh ketegangan dan aksi memperkuat kerjasama Jake dan Hashim untuk membongkar apa yang terjadi.

Pertarungan semakin memanas dan puncaknya terjadi di Perayaan Waisak di Candi Borobudur, Candi Buddha terbesar di dunia yang merupakan salah satu keajaiban dunia. Di sana, keramaian festival pelepasan lampion akan menyamarkan pertukaran perhiasan dan sandera.

Kejutan terakhir menutup pertarungan antara Jake, Malik dan Hashim dengan nyawa Sultana dan kelangsungan hidup rakyat Jawa sebagai pertaruhannya. 'Java Heat' disutradarai Conor Allyn, sementara skenario dikerjakan Conor bersama Rob Allyn.

Kabarnya sih film ini banyak adegan sensual juga. Jadi, sebisa mungkin jangan nonton sama yang masih di bawah umur.

Inti kandungan cerita adalah tentang kerjasama polisi Indonesia dan otoritas keamanan AS untuk mengungkap kasus penculikan putri keraton jogja serta pencurian perhiasan keraton.
Sabar sampai 18 April 2013 ya. Serukan, apalagi lokasi syutting film ini adalah di Jogja, wow..so sweet. Harus nonton pokoknya...

Source:
hot.detik.com

Auto Post Signature

Auto Post  Signature