[Review Buku] Rumah Kaca, Tetralogi Buru #4

November 04, 2016
Tetralogi buru, rumah kaca, pramoedya ananta toer

Akhirnya selesai juga, baru pertama kalinya saya membaca buku satu tahun lamanya. Satu tahun? Saya memulainya pada 24 November 2016 dan selesai 29 oktober 2016. Saking jenuhnya, saya menyela rumah kaca dengan 5 buku lain dari berbagai genre. Tahun ini aneh banget, hawanya malas-malasan baca buku. Hhmm atau tidak ada buku baru yang menarik hati saya? Lega, akhirnya setelah selesai membaca buku ke-1 , ke-2, ke-3 dengan santainya...buku ke-4 ini saya lahap dengan perjuanagn keras. Sampul buku dan halaman-halaman pengisinya tercerai-berai dan menyebar antara Pekalongan dan Bekasi. Puas, sebab dengan selesainya Rumah kaca...tabir sejarah masa lampau negara ini bisa saya ketahui lebih dalam. 

Identitas Buku 

Judul: Rumah Kaca
Penulis: Pramoedya Ananta Toer
Penerbit: Lentera Dirgantara
Tahun Terbit: 2009, pertama kali diterbitkan pada 1988
Tetralogi buru, rumah kaca, pramoedya ananta toer
4 buku dari tetralogi buru

Sinopsis (goodreads)

Tetralogi ini dibagi dalam format empat buku. Dan roman keempat, Rumah Kaca, memperlihatkan usaha kolonial memukul semua kegiatan kaum pergerakan dalam sebuah operasi pengarsipan yang rapi. Arsip adalah mata radar Hindia yang ditaruh di mana-mana untuk merekam apa pun yang digiatkan aktivis pergerakan itu. Pram dengan cerdas mengistilahkan politik arsip itu sebagai kegiatan pe-rumahkaca-an.

Novel besar berbahasa Indonesia yang menguras energi pengarangnya untuk menampilkan embrio Indonesia dalam ragangan negeri kolonial. Sebuah karya pascakolonial paling bergengsi.

Review

Buat kamu yang belum tahu soal tetralogi buru sebaiknya segera meluangkan waktu membacanya. Pasti bosan kan, jaman belajar sejarah di sekolah. Lewat buku ini saya jadi dapat gambaran lebih detail kondisi NKRI di akhir 1800an. Kalau malas baca bukunya, baca reviewku saja deh, hehehe.


Jadi, tetralogi buru sempat dilarang beredar di jaman orde baru lho. Kira-kira kenapa ya? meski begitu, menurut saya yang besar di era reformasi...tetralogi buru itu bergizi banget. Selama ini saya Cuma tahu, Budi Utomo berdiri 1908 dan menjadi tonggak sejarah organisasi. Cuma itu? Cuma ngafalin saja tanpa merasa ada konsep yang kuat. 

Sudut Pandang

Sejak di halaman-halaman awal, saya merasakan kejemuan. Jika di tetralogi buru 1 sampai 3 Minke lah tokoh utamanya, di sini malah berubah. Semua peristiwa yang ada, dilihat dari seorang polisi nyebelin bernama Pangemann. Kenapa nyebelin? Sok Belanda...sangat tunduk pada Gubermen Belanda meski harus menindas, dan yang paling nyebeliiin adalah...membiarkan anak-istrinya pergi sebab tak tahan lagi dengannya. Keluarga diabaikan, minum-minuman, pelesiran dengan wanita lain. Huh!

Realitas Buatan

Ternyata, konspirasi dalam sebuah negara itu sudah ada sejak dulu. Pangemann adalah si pembuat realitas alias konspirasi itu. Di bawah tanda tangannya, seseorang bahkan bisa hancur-sehancur-hancurnya. 

Bangsa Pelupa

Bangsa ini bangsa pelupa, seorang Minke yang begitu diagung-agungkan bisa tewas konyol begitu saja. Sampai sekarang, hal itu masih terjadi di sekitar kita bukan?

Siti Soendari

Sebelumnya, saya tidak pernah tahu mengenai tokoh pergerakan wanita asal Pemalang bernama Siti Soendari. Jika tokoh-tokoh lain memang namanya sering saya baca di buku sejarah, lain dengan siti soendari. Siapa dia? Mengapa di buku sejarah tidak ada? Padahal, kalau memang Tetralogi Buru ini nyata...peran dia di masa pembuangan Minke cukup penting lho.

Korelasi

Di tetralogi buru 4, saya mulai menikmati bacaan semenjak 100 halaman terakhir. Di sini makin jelas korelasi antara tetralogi buru 1 sampai 3. Sudut pandang dari Pangemann membuat saya lebih memahami kisah ini.

Rate

3 dari 5
Kalau kamu tidak mebaca dari buku ke 1, pasti akan bingung deh.

Quotes

Deposuit Potentes de Sede et Exalvatat Humiles. (Dia Rendahkan Mereka yang Berkuasa dan Naikkan Mereka Yang Terhina)

Dan semua akan bertemu dalam kedamaian dalam alam mati, tidak peduli raja, tidak peduli budak. Betapa sederhananya mati (hal 615)


14 comments on "[Review Buku] Rumah Kaca, Tetralogi Buru #4"
  1. gilak bukunya kakek Pram kau punya lengkap....duhhh mesti disamperi nihh buat dipinjem...haha

    ReplyDelete
  2. Pram selalu menghadirkan sosok wanita yang memang realnya sering juga menjadi bagian dalam banyak hal. Misalnya di buku arok dedes, perempuan di sini menjadi sosok yang bisa mengganyang secara langsung tonggak kepemimpinan. Berbeda di buku larasati, dimana perempuan menjadi penyalur berita terkait penyerangan.

    Banyak yang mengatakan pram ini feminis. Dan buat saya beliau memang tidak menutupi kenyataan bahwa perempuan juga memiliki perananan dalam sejarah.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sepakat. Beliau memunculkan nyai ontosoroh sampai di halaman akhir. Pun dengan kisah -kisah pembantunya...

      Delete
  3. Asekk sudah dirangkumkan sama mba Nay...

    ReplyDelete
  4. Aku mah bukanya liat buku malah liat makanannya.. gagal fokus..
    tapi rangkumanya keren lah...

    ReplyDelete
  5. ah that book, pengen baca tapi belom beli beli juga
    (jadi maunya nin?) haha

    ReplyDelete
  6. rulnay makan apa itu? kue cucur?
    aku suka foto kedua itu rul... pinterestable banget

    ReplyDelete
  7. ketemu penyuka buku-buku Pram. saya baca tentralogi pas kuliah recomen buku Pram lain Gadis Pantai dan Arok Dedes...

    ReplyDelete

Terima kasih sudah berkunjung.
Komentar berisi LINK HIDUP akan DIHAPUS.

^^ @Innnayah

Auto Post Signature

Auto Post  Signature