Hari ini tepat banget dengan perayaan Cap Go Meh, hari ke 15 dari tahun baru Imlek. Kalu bicara Imlek dan Cap Go Meh di Indonesia, langsung kebayang Singkawang sih. Saya belum pernah kesana, tapi ingin banget. Kulinernya, budayanya, pasti bakal jadi pengalaman yang engga biasa buatku. Terlebih karena beberapa hari yang lalu mengikuti webinar Acara Seri Gastronomi Indonesia, Cang Nyiat Pan dari Aksara Pangan. Lewat para narasumber yaitu Chef Wira Hardiyansyah ( @wirahardiyansyah2.0 ), Bapak Dr. Hasan Karman, SH, MM ( @hasankarman_ ), dan Chef Meliana Christanty ( @melianachristanty ) saya jadi paham khasanah kuliner dalam Cang Nyiat Pan.
Sejarah Cang Nyiat Pan
Di Pekalongan tempat kelahiran saya, upacara Cap Go Meh
dirayakan secara meriah. Baru kali ini saya mendengar istilah Cang Nyiat Pan
dari Bapak Dr. Hasan Karman, SH, MM. Cang Nyiat Pan berasal dari dialek
Hakka/Khek yang artinya pertengahan bulan purnama. Sedangkan Cap Go Meh,
berasal dari dialek Hokkian dan Teochew yang artinya Malam 15. Nah masih ada
satu istilah lagi nih, yaitu Yuan Xioau Jie yang berasal dari dialek Mandarin. Artinya
perayaan utama, sebab malam 15 ini jatuh pada bulan pertama pertama imlek yang
merupakan penutup perayaan tahun baru imlek.
Nah, kalau di luar negeri kita sering mendengar istilah “lantern
festival’ kan? Ini ada sejarahnya juga loh. Pada masa dinasti Han (206 – 221 SM
) perayaan Cang Nyiat Pan dilakukan sebagai penghormatan kepada Dewa Thai Yi.
Ritual ini tertutup, hanya untuk kalangan istana. Nah karena acaranya sepanjang
malam, maka diperlukan penerang berupa lentera-lentera sejak senja hingga
keesokan harinya.
Cang Nyiat Pan di Singkawang
Awalnya saya tahu perayaan di Singkawang ini lewat film
Aruna dan Lidahnya. Masih menurut penjelasan dari Bapak Dr. Hasan Karman, SH,
MM. Nih, pada Hari ke 12 (H-3), kota Singkawang penuh dengan hiruk-pikuk
kelompok “TATUNG” yang berkeliling dengan tabuhan yang ramai dengan kepercayaan
bahwa para shaman/dukun membersihkan kota dari unsur2 negatif & roh jahat. Ritual
ini berdasarkan legenda dari mulut ke mulut dari abad ke 18.
Sumber foto : Bapak Dr. Hasan Karman, SH, MM |
Pada hari H (Hari ke15), ritual ini mencapai puncaknya. Seluruh
kelompok TATUNG keliling kota & melakukan sembahyang di Kelenteng Tridharma
Bumiraya yang berada di tengah kota. Setelah pawai keliling kota, terjadi acara
lelang barang-barang yang sebelumnya diletakkan di altar sembahyang kepada
Kaisar Langit.
Kuliner Cang Nyiat Pan khas Singkawang
Perayaan Cang Nyiat Pan atau Cap Go Meh identik dengan
berkumpulnya keluarga untuk makan-makan. Kalau di Pekalongan, saya cuma kenal
lontong Cap Go Meh. Bahkan sajian ini di keluarga saya menjadi signature tiap
arisan bulanan.
Menurut Chef Meliana Christanty, ada 8 hidangan utama dan
pendamping dalam perayaan Cang Nyiat Pan
khas Singkawang.
Chiang Mie
Masakan Ca
a.Hebiaw/Fish Maw & Bakso Ikan atau Haisom/Teripang
b.Rebung, Haisom dan Sam Chan
Hekeng
(Ponti)/Hakong (Skw) & Kit Iu/Kit Jiu
Ikan
a. Ikan Dorang/Dogang (Bawal) jenis Putih
b.Jelawat
c. Ikan Bodoh / Nga He /Marble Goby / Marble Sleeper
(Oxyeleotris marmorata). Nama Lain:
Bakut, Bakutut, Belosoh, Boso, Boboso,, Bodobodo, Gabus
Bodoh, Ketutuk, Ikan Malas, Ikan Hantu.
Tek Sun (Rebung ditumis dengan daging)
Udang Galah Asam Garam
Babi
Sup Bebek Asinan Plum (Asinan Plum bisa diganti dengan Asinan Jeruk Nipis)
Chef Wira Hardiyansyah menceritakan tentang sejarah kuliner
Tionghoa di Nusantara. Menurutnya, kehadiran kuliner Tionghoa ini memberi warna
bagi kuliner asli Indonesia. Perannya sangat besar dalam menambah variasi rasa
pada kuliner Indonesia. Ternyata para pendatang membuat tahu, kembang tahu,
mie, bihun, soun, tauco, kecap seraya memanfaatkan bahan-bahan setempat – (
Ishwara Helen “Peranakan Tionghoa Indonesia, Sebuah Perjalanan Budaya. 2009). Saya
jadi ingat perusahaan kecap dan tauco di kawasan Pecinan Pekalongan.
Rame banget ya mbak, aku belum pernah melihat secara langsung karna ya di daerah sini gak ada hehe
ReplyDeletedi tempat saya da, tapi tak seramai di Singkawang
Delete